Skip to main content

Review Film Alangkah Lucunya Negeri Ini



Film “Alangkah Lucunya Negeri Ini” berisi tentang sebuah perjuangan hidup, kritik sosial,arti dari sebuah kekuarga dan pengorbanan. Dalam film ini, dikisahkan Muluk, seorang pria tampan, lulusan S-1, namun sudah menjadi pengangguran selama 2 tahun. Tekanan sosial dan hidup yang terus berdatangan akibat menjadi pengangguran terdidik tidak membuat Muluk putus asa dalam mencari kerja. Muluk terus berdoa dan berusaha. Hingga suatu ketika ia bertemu dengan Komet, seorang pelajar yang terpaksa menjadi copet. Muluk pun meminta Komet untuk mempertemukannya dengan pimpinan Komet. Tibalah Muluk dan Komet di tempat persembunyiaan para copet. Muluk diperkenalkan dengan Jarot, pimpinan para pencopet jalanan. Kemudian, Muluk membuat perjanjian dengan Jarot. Disepakatilah bahwa Muluk menggunakan 10% dari hasil curian mereka untuk usaha, agar kelak mereka bisa berhenti mencopet dan bisa bertahan hidup dari hasil usaha tersebut. Jarot pun menyetujuinya dan dimulailah kerjasama mereka.



Kerjasama mereka berjalan dengan lancar bahkan mereka dapat membeli sepeda motor dari usaha Muluk tersebut. Citra Muluk di depan orangtuanya mulai membaik, begitu pula status sosialnya di masyarakat. Dari usaha kecilnya tersebut, Muluk mulai melakukan pendekatan terhadap lawan jenisnya. Hingga pada suatu hari ketika Muluk membawakan makanan untuk orangtua teman perempuannya, dia melihat kata “Halal” di bungkus makanan tersebut. Hati Muluk pun terenyuh hingga tidak dapat berkata – kata. “Halalkah usaha yang aku lakukan?”, kata Muluk dalam hati.

Hari berganti hari, dan usaha Muluk tetap berjalan lancar. Setelah sekian lama dekat dengan para pencopet, ia menjadi prihatin dengan kondisi keimanan para pencopet dan anak jalanan. Muncullah keinginan Muluk untuk memperbaiki akhlak mereka. Muluk berinisiatif mengajak Pipin, temannya, untuk mengajari mereka sholat dan beribadah yang benar. Sedikit demi sedikit usaha Muluk untuk mengembalikan mereka ke jalan yang benar pun membuahkan hasil.

Setiap hari setelah anak – anak selesai mencopet, Muluk selalu mengingatkan mereka untuk berhenti mencopet dan beralih menjadi pedagang asongan. Awalnya, tidak ada yang merespons usaha Muluk tersebut, namun Muluk tidak patah arang. Ia juga ingin memperbaiki kualitas intelektual mereka. Diajaklah Pipit dan Syamsul untuk mengajar anak jalanan tersebut baik secara akademis, moral, dan agama.

Suatu hari orangtua Muluk penasaran seperti apa suasana kerja Muluk hingga bisa menjadi orang sukses. Ayah Muluk pun meminta Pipin untuk mengantarnya ke tempat Muluk bekerja. Pipin bingung harus menjawab apa, terlebih lagi Muluk tidak dapat dihubungi saat itu. Pipin dengan terpaksa mengantar orantua Muluk ke tempat persembunyian Jarot dan anak buahnya. Setibanya di sana Ayah Muluk terkejut mengetahui anaknya mencari rezeki dengan cara yang tidak halal, memutar uang hasil curian untuk usaha. Setelah mengetahui hal itu, Muluk dipaksa untuk berhenti menjalankan usahanya dan dikursuskan menyetir agar bisa menjadi sopir. Para anak jalanan sangat merasa kehilangan Muluk, guru sekaligus sahabat mereka. Mereka pun berjanji untuk tidak mencopet lagi dan memulai berdagang asongan.

Waktu pun berlalu, para anak jalanan didikan Muluk mulai terbiasa dengan pekerjaan baru mereka sebagai pedagang asongan. Mereka menjajakan dagangan mereka seperti biasa di pinggir jalanan dan lampu merah. Lampu merah menyala, Muluk yang sedang belajar mengemudi menghentikan mobilnya sambil beristirahat sejenak. Melintaslah para anak jalanan didikan Muluk tersebut di hadapan kaca mobil Muluk. Seberkas senyuman indah tersungging di wajah anak jalanan itu ketika melihat Muluk baik – baik saja.

Baru saja senyum itu terlintas, muncullah para polisi Satpol PP. Para aparat tersebut akan merazia pedagang asongan dan gelandangan yang mengganggu keindahan daerah tersebut. Anak didik Muluk pun dikejar hingga akhirnya tertangkap. Melihat hal itu, Muluk segera turun dari mobil dan membela anak didiknya. Muluk pun berkorban demi mereka, ia mengaku bahwa ialah yang menyuruh mereka untuk berdagang asongan. Muluk diangkut aparat demi anak didiknya. Para anak jalanan tersebut terharu melihat ketulusan hati dan cinta kasih Muluk kepada mereka. Walau yang bisa mereka lakukan hanyalah menangis dan merelakan kepergian Muluk.

Di atas adalah rangkuman dari Film Alangkah Lucunya Negeri Ini karya Deddy Mizwar. Film ini kaya akan pesan moral dan makna yang mendalam. Film ini mengkritik kita dan pemerintah, sudahkah kita peduli akan nasib mereka anak jalanan dan kaum miskin. Sudahkan peraturan dan undang – undang yang ada melindungi hak – hak mereka, ataukah hanya sekedar peraturan? Apakah aparat yang seharusnya menegakkan keadilan sudah menjalankan fungsinya sebagaimanan mestinya, atau hanya mencari aman saja, yang penting atasan senang? Pertanyaan tersebutlah yang semestinya kita kritisi dan kita renungkan. Bayangkan ketika posisi kita sebagai anak jalanan atau kaum miskin di mana usaha baik kita untuk maju pun dianggap salah. Keadaan di mana saat kita ingin membuka usaha dipersulit oleh peraturan, aparat, dan birokrasi sehingga memaksa kita untuk melakukan usaha yang tidak halal demi menyambung hidup. Kita sebagai mahasiswa dan para kaum berpendidikan, seharusnya lebih peka dan mencarikan solusi alternatif untuk mereka. Inilah kesalahan kita bersama di mana sistem kita menjadikan kita serba salah. Mahasiswa seharusnya berkarya demi bangsa, namun begitu ia lulus dan mendapat beasiswa ke luar negeri, mereka menetap di negeri asing karena hidup mereka lebih terjamin di sana. Di negara asalnya, Indonesia para orang cerdas dan berpotensi tidak dihargai, semua proyek besar diserahkan pada pihak asing, bagaimana Indonesia bisa berkembang bila seperti ini? Para petinggi negara pun hanya mengurusi kepentingan partai dan kelompoknya saja. Mereka kurang peka terhadap jeritan hati rakyat. Rakyat yang tertindas juga sedikit yang sadar dan berusaha untuk menjadi lebih baik, kebanyakan dari kita hanya bisa protes dan menghina saja, tidak berusaha untuk merubah keadaan menjadi lebih baik. Jadi sebenarnyan siapa yang salah? Jawabannya adalah kita semua. Indonesia adalah negara yang kaya, ia tidak bersalah sama sekali. Kita sebagai generasi penerus bangsalah yang wajib merubah keadaan ini, mari kita tata indonesia minimal mulai dari bidang yang kita suka. Mari kita rangkul saudara – saudara kita yang berkekurangan, beri mereka kesempatan untuk meraih pendidikan dan pekerjaan yang layak sesuai dengan bidang mereka. Saya yakin dengan usaha, doa, dan Anugerah dari Yang Maha Kuasa, Indonesia akan menjadi mercusuar dunia seperti yang telah dicita – citakan Bung Karno. Indonesia bisa!

Comments

ridho zulandra said…
Filmny emg bgs, sgt sesuai dgn kondisi skrg ini..
mdh2an d Indonesia smakin byk film yg sjenis bermunculan